Bismillah.
Kala itu hari masih
terang. Rasanya hidup masih ditemani gelak tawa saudara-saudaraku, begitu aku
mencoba anggap mereka walau tak sejatinya saudara kandung, tapi kami adalah
muslim, ya, hari itu kami, bersepuluh tepatnya, berjalan dibawah langit
menyusuri luasnya ermadani alam tanpa arah yang pasti. Mengikuti jejak-jejak
yang telah tercipta oleh pelangkah mula. Kau tau? Belum pernah ku jelajahi
hamparan hijau seindah itu. Petani ramah yang bertebaran, terpaan angin yang
bersahabat, arus sungai yang membuat melodi menemani telinga kami siang itu,,
mungkin masih banyak keindahanNya yang luput dari pandangan. Dan langkah kami
terhenti di sebuah saung bambu kecil, yang hanya mampu dimuat 6 orang petani.
Biarlah saung ini kami ‘pinjam’ tuk membuat janji itu.
Aku tak tau persisnya
ini adalah pertengahan atau awal persaudaaan kami. Terlepas dari itu,
sebenarnya aku hanya mencari hakikat persaudaraan itu sendiri. Dulu aku tak
sampai akal mengapa ada manusia-manusia malaikat?manusia-manusia yang begitu
rela berkorban demi orang lain. Memang tak lain aku hanya seorang apatis_dulu.
Bahkan tak jarang teman-temanku geram dengan sikapku yang acuh hingga sebutan
‘tak peka’ sering disematkan. Apa artinya itu semua bagiku?? Toh aku tidak
peduli. Dan kalau ku ceritakan detailnya ‘perjalanan’ masa itu, rasanya
lembaran ini tak akan jelas dimana berujung. Jadi untuk memperingkasnya anggap
saja aku telah sedikit mampu memaknai kebersamaan itu. Mungkin disela-sela
berikutnya akan ku ceritakan.
Janji itu. Ya tentang
sebuah janji yang kami kalungkan pada leher kami. Janji itu harus terjadi karna
satu hal, aku tak mau mereka salah memilih jalan hidup, aku tak mau mereka jauh
dariNya, aku tak ingin hal-hal yang ambigu itu terjadi pada mereka. Aku hanya
mengikuti apa yang dibisikkan hati ini. Sebab aku percaya apapun itu ia selalu
menyuarakan kebenaran. Kegamangan itu yang aku dan salah seorang dari kamu,
sebut saja dia nabil, rasakan selama hampir 3 tahun kami hidup bersama,
menghirup udara yang sama, dan menggigit ilmu bersama. Agaknya masih kurasa
ganjil dari kebersamaan yang ku jalani. Saat sebuah amanah besar yang allah
titipkan di pundakku dan pundak nabil. Dan kau tau? Terkadang kami rasa mereka
menjadi orang pertama yang menentang
kami walau berdiri di belakang, meski tak seutuhnya dari mereka. Begitu yang
kurasa saat itu_yang kini ku tau bahwa ini adalah bagian dari kelalaianku.
“ kita janji untuk
saling mengingatkan dalam kebaikan, bersatu dalam kebaikan, dan kita ga akan
pacaran sampai saatnya tiba” begitulah kurang lebih garis besar dari ikrar
kami. Sebab saat itu aku tau diantara kami ada yang menjalin hubungan yang
allah benci itu. Waktu terus bergulir mengajariku tuk semakin mencintai
persaudaraan ini yang saat itu masih ku cari maknanya. Kami saling mengingatkan
tuk menyetorkan al-qur’an, kami bergandengan tuk saling menguatkan, kami
melawan goncangan eksternal yang kokoh menghantam.. tak jarang kami jatuh dan
sakit. Namun, karna adanya kau disisi selalu jadi penawar hati. Saat itu aku
sadari betapa pentingnya kebersamaan. Dengan bersama kau akan menjadi lebih
kuat.
Dan lagi-lagi waktu
yang selalu mengambil peran di sini, 5 mei 2011 kami harus angkat kaki dari
tempat pertemuan kami pertama kalinya ya. Saatnya untuk pergi, menjemput takdir
terbaik masing-masing dari kami. Selalu ku harapkan kebaikan bagi setiap
langkah mereka. “ ya allah pertemukan kami suatu saat nanti di tempat dan waktu
terbaikMu dalam keadaan yang lebih baik dari hari ini..” begitu pintaku padaNya
walau tak ku ungkap. Yayaya,,, dan hidup terus berlanjut, ‘menikmati’ rasa
damai yang tertinggal di tempat itu.
Kini sudah hampir 6
bulan kita tak pernah bertemu seutuhnya kembali, kau dengan hidupmu dan aku
dengan hidupku. TIDAK! Bukan seperti itu hakikatnya persaudaraan, kau akan
tetap memiliki posisi di hati ini sampai kapan pun, karena persaudaraan tak
mengenal masa dan rentang jarak. Selama waktu itu tak jarang ku menghadirkan
wajah-wajahmu dlm robithohku, memnuhi ruang di otakku tuk tanyakan kabarmu hari
ini kemarin dan yang akan datang, tentang kabar hatimu, tentang kabar
akademikmu, tentang temanmu kini, tentang semuanya_hidupmu yanng baru. Dan
terakhir ku dengar kabarmu sedang ‘sakit’ kawan,, penyakit terganas yang pernah
ada, yang kau sendiri tak menyadarinya bahwa penyakit itu mulai menggrogoti
sikapmu, tuturmu, dan bahkan hatimu. Bagiku rasanya seperti sebuah luka hati.
Ternyata aku
benar-benar lalai terhadapmu, walau pernah sesekali ku kirimkan pesan-pesan tuk
hadirkan ingatanmu tentang hari itu. Namun kabar itu bagiku cukup menyakitkan,
setara dengan dikhianati. Aku salah terlalu berbaik sangka. Menerka bahwa kau
cukup faham tuk jalani semua. Biar bagaimanapun ketahulah,,tak pernah ku
sisihkan celah kebencian untukmu saudari-saudariku,, tak pernah sepotong pun
bagianmu yang ku benci. Mungkin butuh waktu tuk perbaiki semua kembali.. tuk
merenofasi hubungan kita denganNya, agar sejati, agar abadi, agar kekal
selamanya. Aku percaya hari itu telah allah siapkan, untuk sebuah pertemuan
diwaktu tempat dan keadaan terbaik. Kalaulah tangan dan mataku terbatas, aku
percaya allah selalu ada untukmu sobat. Uhibbukunn fillah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar