Rabu, 18 Januari 2012

apa kabar kawan?

Bismillah.
Kala itu hari masih terang. Rasanya hidup masih ditemani gelak tawa saudara-saudaraku, begitu aku mencoba anggap mereka walau tak sejatinya saudara kandung, tapi kami adalah muslim, ya, hari itu kami, bersepuluh tepatnya, berjalan dibawah langit menyusuri luasnya ermadani alam tanpa arah yang pasti. Mengikuti jejak-jejak yang telah tercipta oleh pelangkah mula. Kau tau? Belum pernah ku jelajahi hamparan hijau seindah itu. Petani ramah yang bertebaran, terpaan angin yang bersahabat, arus sungai yang membuat melodi menemani telinga kami siang itu,, mungkin masih banyak keindahanNya yang luput dari pandangan. Dan langkah kami terhenti di sebuah saung bambu kecil, yang hanya mampu dimuat 6 orang petani. Biarlah saung ini kami ‘pinjam’ tuk membuat janji itu.
Aku tak tau persisnya ini adalah pertengahan atau awal persaudaaan kami. Terlepas dari itu, sebenarnya aku hanya mencari hakikat persaudaraan itu sendiri. Dulu aku tak sampai akal mengapa ada manusia-manusia malaikat?manusia-manusia yang begitu rela berkorban demi orang lain. Memang tak lain aku hanya seorang apatis_dulu. Bahkan tak jarang teman-temanku geram dengan sikapku yang acuh hingga sebutan ‘tak peka’ sering disematkan. Apa artinya itu semua bagiku?? Toh aku tidak peduli. Dan kalau ku ceritakan detailnya ‘perjalanan’ masa itu, rasanya lembaran ini tak akan jelas dimana berujung. Jadi untuk memperingkasnya anggap saja aku telah sedikit mampu memaknai kebersamaan itu. Mungkin disela-sela berikutnya akan ku ceritakan.
Janji itu. Ya tentang sebuah janji yang kami kalungkan pada leher kami. Janji itu harus terjadi karna satu hal, aku tak mau mereka salah memilih jalan hidup, aku tak mau mereka jauh dariNya, aku tak ingin hal-hal yang ambigu itu terjadi pada mereka. Aku hanya mengikuti apa yang dibisikkan hati ini. Sebab aku percaya apapun itu ia selalu menyuarakan kebenaran. Kegamangan itu yang aku dan salah seorang dari kamu, sebut saja dia nabil, rasakan selama hampir 3 tahun kami hidup bersama, menghirup udara yang sama, dan menggigit ilmu bersama. Agaknya masih kurasa ganjil dari kebersamaan yang ku jalani. Saat sebuah amanah besar yang allah titipkan di pundakku dan pundak nabil. Dan kau tau? Terkadang kami rasa mereka menjadi  orang pertama yang menentang kami walau berdiri di belakang, meski tak seutuhnya dari mereka. Begitu yang kurasa saat itu_yang kini ku tau bahwa ini adalah bagian dari kelalaianku.
“ kita janji untuk saling mengingatkan dalam kebaikan, bersatu dalam kebaikan, dan kita ga akan pacaran sampai saatnya tiba” begitulah kurang lebih garis besar dari ikrar kami. Sebab saat itu aku tau diantara kami ada yang menjalin hubungan yang allah benci itu. Waktu terus bergulir mengajariku tuk semakin mencintai persaudaraan ini yang saat itu masih ku cari maknanya. Kami saling mengingatkan tuk menyetorkan al-qur’an, kami bergandengan tuk saling menguatkan, kami melawan goncangan eksternal yang kokoh menghantam.. tak jarang kami jatuh dan sakit. Namun, karna adanya kau disisi selalu jadi penawar hati. Saat itu aku sadari betapa pentingnya kebersamaan. Dengan bersama kau akan menjadi lebih kuat.
Dan lagi-lagi waktu yang selalu mengambil peran di sini, 5 mei 2011 kami harus angkat kaki dari tempat pertemuan kami pertama kalinya ya. Saatnya untuk pergi, menjemput takdir terbaik masing-masing dari kami. Selalu ku harapkan kebaikan bagi setiap langkah mereka. “ ya allah pertemukan kami suatu saat nanti di tempat dan waktu terbaikMu dalam keadaan yang lebih baik dari hari ini..” begitu pintaku padaNya walau tak ku ungkap. Yayaya,,, dan hidup terus berlanjut, ‘menikmati’ rasa damai yang tertinggal di tempat itu.
Kini sudah hampir 6 bulan kita tak pernah bertemu seutuhnya kembali, kau dengan hidupmu dan aku dengan hidupku. TIDAK! Bukan seperti itu hakikatnya persaudaraan, kau akan tetap memiliki posisi di hati ini sampai kapan pun, karena persaudaraan tak mengenal masa dan rentang jarak. Selama waktu itu tak jarang ku menghadirkan wajah-wajahmu dlm robithohku, memnuhi ruang di otakku tuk tanyakan kabarmu hari ini kemarin dan yang akan datang, tentang kabar hatimu, tentang kabar akademikmu, tentang temanmu kini, tentang semuanya_hidupmu yanng baru. Dan terakhir ku dengar kabarmu sedang ‘sakit’ kawan,, penyakit terganas yang pernah ada, yang kau sendiri tak menyadarinya bahwa penyakit itu mulai menggrogoti sikapmu, tuturmu, dan bahkan hatimu. Bagiku rasanya seperti sebuah luka hati.

Ternyata aku benar-benar lalai terhadapmu, walau pernah sesekali ku kirimkan pesan-pesan tuk hadirkan ingatanmu tentang hari itu. Namun kabar itu bagiku cukup menyakitkan, setara dengan dikhianati. Aku salah terlalu berbaik sangka. Menerka bahwa kau cukup faham tuk jalani semua. Biar bagaimanapun ketahulah,,tak pernah ku sisihkan celah kebencian untukmu saudari-saudariku,, tak pernah sepotong pun bagianmu yang ku benci. Mungkin butuh waktu tuk perbaiki semua kembali.. tuk merenofasi hubungan kita denganNya, agar sejati, agar abadi, agar kekal selamanya. Aku percaya hari itu telah allah siapkan, untuk sebuah pertemuan diwaktu tempat dan keadaan terbaik. Kalaulah tangan dan mataku terbatas, aku percaya allah selalu ada untukmu sobat. Uhibbukunn fillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar